CALON MENANTU IDAMAN
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.” Kalimat keren ini bukan karangan saya, tapi ada di kitab suci, termasuk salah-satu ayat yg sering dikutip di mana2, dibahas dalam banyak kajian dan kesempatan, dengan berbagai pendekatan.
Kenapa seseorang gagal? Kenapa seseorang banyak mengeluh? Bilang miskin, hidupnya susah, tapi setelah bertahun2 berlalu, tetap hanya disitu2 saja? Kenapa seseorang merasa hidupnya tidak sukses, seolah banyak masalah, tidak bosan2nya ‘kesialan’ datang bertubi, mengaku sudah berusaha, tapi tetap begitu2 saja hasilnya? Maka jawabannya boleh jadi adalah: pola pikir yg dangkal, tidak berani mengambil tindakan, dan tidak tahan banting.
Apakah kesuksesan adalah keberuntungan? No way! Jika sukses adalah keberuntungan, maka kalimat dalam kitab suci tadi keliru dong? Padahal sebaliknya, kalimat tsb dengan terang menjelaskan bahwa kerja keras adalah kunci untuk mengubah nasib kita. Kalau keberhasilan adalah keberuntungan, redaksi ayat tadi akan berubah 180 derajat menjadi: “Sesungguhnya nasib suatu kaum adalah keberuntungan saja.”
Apa kunci kesuksesan? Yang pertama, mulailah dari mengubah pola pikir. Apa itu pola pikir? Itu dia, mulai dari malas, lebih suka menghabiskan waktu sia-sia, menunda2 pekerjaan, dikit2 sudah mengeluh, dikit2 banyak alasan, untuk di waktu yg sama, terus mengkhayal jadi sukses, lebih suka cara instan, potong kompas. Bagaimana mau sukses?
Karena bahkan jika pola pikir kita sudah oke, kita belum tentu berani mengambil tindakan. Masih takut, ragu2. Apalagi saat pola pikirnya sedari awal sudah bermasalah, lebih repot lagi. Ini poin penting kedua. Orang2 yg berhasil, selalu punya pola pikir berbeda, lantas mereka berani mengambil tindakan secara kongkret. Bukan cuma teori. Banyak diantara kita yg pintarnya ngalahin profesor kalau bicara teori, tapi saat praktek, bahkan (maaf) orang buta, punya tindakan kongkret lebih banyak dibanding dia.
Dan poin ketiga, tahan banting! Tekun. Perhatikan kalimat dalam kitab suci tadi, “sesungguhnya”, “tidak akan mengubah”, “melainkan”, “mengubah diri sendiri.” Itu clear sekali tentang ketekunan. Mengubah nasib itu bahkan boleh jadi lebih sulit dibanding membelokkan aliran sungai. Bisa sama beratnya dengan memangkas gunung2. Semua membutuhkan ketekunan, sedikit demi sedikit, tahan banting. Ada banyak sekali orang2 yg mengaku dia telah berusaha, bilang telah bekerja keras, tapi dia lupa poin: tahan bantingnya. Saat kita bekerja 2 jam/hari, boleh jadi orang lain yg sukses bekerja 20 jam/hari. Saat kita gagal 2x dan sudah bete, boleh jadi orang lain gagal 200x, dan dia tetap semangat.
Tapi Bang Tere, banyak loh orang2 miskin yg sudah kerja keras tapi tetap miskin. Itu benar. Karena kalimat dalam kitab suci tadi tidak sedang bicara ttg definisi kebahagiaan, kesuksesan atau keberhasilan secara materialisme. Kalau kita bicara ttg ini, apa itu ukuran sukses? Apa itu variabel berhasil? Wah, diskusi bisa kemana2. Karena kita juga banyak menemukan orang2 miskin, bekerja keras, dan mereka tetap bahagia--mereka tetap bersyukur dan berterima kasih atas hidupnya. Kalimat dalam kitab suci tadi bicara tentang hukum sebab-akibat. Mau nasib berubah? Maka ubahlah sendiri dengan kerja keras.
Maka barangsiapa yang ingin sukses, saya kasih tipsnya: Tulis kalimat dalam kitab suci ini di atas karton besar, lantas tempelkan di dinding kamar kalian. Setiap kali kalian malas, mulai mengeluh, banyak alasan, baca kalimat tersebut: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.” Baca berulang2, sampai meresap ke dalam hati. Jika kalian tetap tidak tergerak untuk mulai melakukan sesuatu setelah membacanya ribuan kali, maka tidak ada lagi yg bisa menolong nasib kita.
Dek, orang gagal itu punya satu kesamaan: seluruh hidup mereka hanya dipenuhi khayalan, tapi tidak pernah kongkret, hanya menunggu keajaiban terjadi. Bukan karena Allah jahat, bukan karena Allah tak sayang lagi, sungguh Allah selalu menyayangi kita, rahmatnya justeru tak terbilang, tapi kita diminta untuk mulai kongkret.
Terakhir, karena membaca sebuah ayat tidak bisa sepotong2, maka lengkapilah seluruh kerja keras itu dengan doa, tawakkal, dan senantiasa bersyukur serta berterima kasih. Afdol sudah. Hidupnya insya Allah akan berkah dan menawan hati. Anak muda yang seperti ini, bisa masuk kategori calon menantu idaman.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.” Kalimat keren ini bukan karangan saya, tapi ada di kitab suci, termasuk salah-satu ayat yg sering dikutip di mana2, dibahas dalam banyak kajian dan kesempatan, dengan berbagai pendekatan.
Kenapa seseorang gagal? Kenapa seseorang banyak mengeluh? Bilang miskin, hidupnya susah, tapi setelah bertahun2 berlalu, tetap hanya disitu2 saja? Kenapa seseorang merasa hidupnya tidak sukses, seolah banyak masalah, tidak bosan2nya ‘kesialan’ datang bertubi, mengaku sudah berusaha, tapi tetap begitu2 saja hasilnya? Maka jawabannya boleh jadi adalah: pola pikir yg dangkal, tidak berani mengambil tindakan, dan tidak tahan banting.
Apakah kesuksesan adalah keberuntungan? No way! Jika sukses adalah keberuntungan, maka kalimat dalam kitab suci tadi keliru dong? Padahal sebaliknya, kalimat tsb dengan terang menjelaskan bahwa kerja keras adalah kunci untuk mengubah nasib kita. Kalau keberhasilan adalah keberuntungan, redaksi ayat tadi akan berubah 180 derajat menjadi: “Sesungguhnya nasib suatu kaum adalah keberuntungan saja.”
Apa kunci kesuksesan? Yang pertama, mulailah dari mengubah pola pikir. Apa itu pola pikir? Itu dia, mulai dari malas, lebih suka menghabiskan waktu sia-sia, menunda2 pekerjaan, dikit2 sudah mengeluh, dikit2 banyak alasan, untuk di waktu yg sama, terus mengkhayal jadi sukses, lebih suka cara instan, potong kompas. Bagaimana mau sukses?
Karena bahkan jika pola pikir kita sudah oke, kita belum tentu berani mengambil tindakan. Masih takut, ragu2. Apalagi saat pola pikirnya sedari awal sudah bermasalah, lebih repot lagi. Ini poin penting kedua. Orang2 yg berhasil, selalu punya pola pikir berbeda, lantas mereka berani mengambil tindakan secara kongkret. Bukan cuma teori. Banyak diantara kita yg pintarnya ngalahin profesor kalau bicara teori, tapi saat praktek, bahkan (maaf) orang buta, punya tindakan kongkret lebih banyak dibanding dia.
Dan poin ketiga, tahan banting! Tekun. Perhatikan kalimat dalam kitab suci tadi, “sesungguhnya”, “tidak akan mengubah”, “melainkan”, “mengubah diri sendiri.” Itu clear sekali tentang ketekunan. Mengubah nasib itu bahkan boleh jadi lebih sulit dibanding membelokkan aliran sungai. Bisa sama beratnya dengan memangkas gunung2. Semua membutuhkan ketekunan, sedikit demi sedikit, tahan banting. Ada banyak sekali orang2 yg mengaku dia telah berusaha, bilang telah bekerja keras, tapi dia lupa poin: tahan bantingnya. Saat kita bekerja 2 jam/hari, boleh jadi orang lain yg sukses bekerja 20 jam/hari. Saat kita gagal 2x dan sudah bete, boleh jadi orang lain gagal 200x, dan dia tetap semangat.
Tapi Bang Tere, banyak loh orang2 miskin yg sudah kerja keras tapi tetap miskin. Itu benar. Karena kalimat dalam kitab suci tadi tidak sedang bicara ttg definisi kebahagiaan, kesuksesan atau keberhasilan secara materialisme. Kalau kita bicara ttg ini, apa itu ukuran sukses? Apa itu variabel berhasil? Wah, diskusi bisa kemana2. Karena kita juga banyak menemukan orang2 miskin, bekerja keras, dan mereka tetap bahagia--mereka tetap bersyukur dan berterima kasih atas hidupnya. Kalimat dalam kitab suci tadi bicara tentang hukum sebab-akibat. Mau nasib berubah? Maka ubahlah sendiri dengan kerja keras.
Maka barangsiapa yang ingin sukses, saya kasih tipsnya: Tulis kalimat dalam kitab suci ini di atas karton besar, lantas tempelkan di dinding kamar kalian. Setiap kali kalian malas, mulai mengeluh, banyak alasan, baca kalimat tersebut: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.” Baca berulang2, sampai meresap ke dalam hati. Jika kalian tetap tidak tergerak untuk mulai melakukan sesuatu setelah membacanya ribuan kali, maka tidak ada lagi yg bisa menolong nasib kita.
Dek, orang gagal itu punya satu kesamaan: seluruh hidup mereka hanya dipenuhi khayalan, tapi tidak pernah kongkret, hanya menunggu keajaiban terjadi. Bukan karena Allah jahat, bukan karena Allah tak sayang lagi, sungguh Allah selalu menyayangi kita, rahmatnya justeru tak terbilang, tapi kita diminta untuk mulai kongkret.
Terakhir, karena membaca sebuah ayat tidak bisa sepotong2, maka lengkapilah seluruh kerja keras itu dengan doa, tawakkal, dan senantiasa bersyukur serta berterima kasih. Afdol sudah. Hidupnya insya Allah akan berkah dan menawan hati. Anak muda yang seperti ini, bisa masuk kategori calon menantu idaman.
0 komentar:
Post a Comment